Dalam kesusasteraan dalam bidang perkembangan anak, para sarjana
terus belajar dan selalu berhubungan dengan media massa, khususnya televisi,
dan anak muda. Akibatnya, terdapat bukti
yang menunjukkan bahwa dominan dari anak-anak yang sering menonton televisi perilakunya
berbeda dengan orang dewasa. Para sarjana melakukan penelitian dengan
mengunakan variabel seperti umur, jenis kelamin, dan perhatian. Setelah
data-datanya terkumpul para sarjana melihat situasi bagaimana cara anak
memahami atau menafsirkan materi dari televisi tersebut. Beberapa ulama
memandang bentuk media dalam kaitannya dengan pemahaman anak-anak muda (Misalnya,
Calvert, 1988; Smith et al, 1985;. Wright & Huston, 1983). Lainnya
berpendapat bahwa kedua isi dan bentuk tidak dapat dipisahkan dalam menafsirkan
materi televisi (Wartella, 1986). Ini menunjukkan bahwa anak muda sering
memiliki interpretasi yang berbeda dari apa yang mereka lihat di televisi
daripada orang dewasa, namun hanya ada beberapa penelitian yang menggabungkan
badan intelijen sebagai cara untuk menjelaskan perbedaan interpretasi pada
anak-anak.
Sebuah studi menunjukkan bahwa anak-anak mengalami kesulitan dalam
menafsirkan konvensi perubahan pandangan di televisi. Untuk hubungan dekat antara
anak-anak pemahaman sudut pandang dirubah, pengambilan gambar dari dalam adegan
televisi dibuat tiga dimensi, supaya anak-anak lebih mudah menafsirkan maksud
dan tujuan produsen. Pendekatan unik untuk mempelajari pemahaman anak terhadap
bentuk presentasi visual yang digambarkan di televisi menggabungkan alam
sekitar dan minimal bergantung pada tanggapan anak-anak secera lisan untuk
mencari tahu anak-anak muda yang sudah bisa memahami informasi visual yang
disajikan oleh produsen.
Dengan menggunakan metode seperti ini, yang didasarkan pada
teori-teori perkembangan anak, peneliti bisa mendapatkan wawasan yang lebih
dalam pengalaman anak-anak muda. Ketika produsen menggambarkan karakter secara
bersamaan dalam dua ruang yang berbeda melalui gambar kusut atau split layar,
dipotong dari satu shot ke shot lainnya dalam adegan yang sama, atau memiliki
kamera dolly sekitar objek dalam sebuah adegan, kecerdasan pemirsa menentukan,
sampai batas tertentu, bagaimana mereka memahami teknik yang umum digunakan. Anak
muda khususnya, mungkin bingung oleh konvensi tergantung pada kemampuan mereka
dalam tata ruang wilayah serta sejauh mana teknik-teknik produksi isomorfik
dengan peristiwa alami di dunia.
Sumber Artikel : HANDBOOK OF VISUAL COMMUNICATION (Children's
Televiewing Experience) hal 214-215